Rabu, 27 Mei 2015

Kisah Klasik Yang Nyata di Bumi Kelud, Dibalik Musibah ada ke Asyikan yang ku dapatkan

,
Tak kusangka semester ini semakin mendekati finish, lepaslah saya dari jeratan semester 6 dan masuk ke semester 7 bulan september awal ini. Sudah banyak sekali kegiatan menuju puncak keberhasilan di perkuliahan Strata satu ini. Selepas dari dua pakaian Ormawa (Organisasi Mahasiswa), HMJTS (Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil) dan BLM-F (Badan Legislatif Mahasiswa - Fakultas). Langsunglah saya tancap gas untuk fokus menghadapi sisa - sisa perkuliahan ini. Walaupun perasaan ini bercampur aduk antara bangga dan kecewa. Bangganya adalah bisa menjadi bagian Organisasi di Kampus Bela Negara ini, banyak pengalaman di dalamnya. Dan kecewanya adalah nilai kuliah ku selama 2 semester harus merosot ke angka yang tak bisa saya terima. 

Sudah jangan banyak bicara masalah nilai, malulah saya pribadi. Di semester enam, waktu itu lagi musim-musimya KKN di kampus saya. Universitas lewat LPPM (Lembaga Penelitihan dan Pengabdian Masyarakat) menawarkan beberapa jenis model KKN, ada KKN Khusus, KKN Reguler, KKN SIMADA, dan yang terakhir yang di tawarkan adalah KKN Tematik Pasca Bencana. 

Sejujurnya saya sangat - sangat menginginkan KKN SIMADA, kenapa?. Karena KKN ini berada di Perbatasan Indonesia dan Malaysia, yaitu di Kabupatan Entikong, Pulau Kalimantan. Di samping itu saya juga tergiur tantangan yang mungkin tak akan pernah saya lupakan kalau saya jadi mengikuti KKN tersebut. Dari naik Kapal milik TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Laut) sampai menyusuri hutan - hutan alami Indonesia yang mungkin jarang terjamah oleh manusia luar Kalimantan. Dan itu cuma isapan jempol saja. Sebenarnya dosen perwalian saya juga melarang saya untuk KKN itu, karena memang KKN ini harus memakan perkuliahan saya selama 1 bulan lebih. Dan akhirnya saya memilih KKN TEMATIK Pasca Bencana. KKN ini di bentuk atas inisiatif Rektor kami, Bapak. Prof. Dr. Ir. H. Teguh Sudarto, MT yang terketuk hatinya untuk membantu masyarakat Kediri yang terkenah dampak yang cukup dahsyat letusan Gunung Kelud. Kampus kami lalu berkerjasama dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

Di bulan awal Februari tahun 2013 saat dimana kami anak ingusan keluar dari kampus demi membantu sesama mahluk tuhan. Musibah yang cukup dahsyat yang menggemparkan seluruh jagad negara demokrasi ini. Pujian dari belahan dunia terhadap Indonesia, karena cakap dalam menanggulangi bencana meletusnya gunung kelud tersebut. Solidaritas sesama pun berdatangan dari penjuru ragam etnis maupun ras. Inilah negaraku yang terkenal ramah kepada siapapun, kami berkabung, tangan pun begitu erat memberi semangat kepada korban.

Pemuda seperti kami - kami ini hanya sebagaian dari orang baik di Indonesia maupun di muka bumi ini. Tak hanya kami, pemuda - pemuda lainnya juga datang dari penjuru negara demokrasi ini, khususnya para mahasiswa biasa di mata dosennya dan sangat gokil di mata Tuhannya.

Saat membantu menggantikan genteng yang rusak karena terkena batuan hasil muntahan Gn. Kelud.
3 minggu kami bercengkrama dibumi kelud, membantu terdampak dari segi apapun yang dibutuhkan disana. Yang terkagum-kagum adalah keberagaman didesa tersebut, masjid, pura, gereja dalam satu desa. Tak ada cek-cok antar agama yang seperti di sampit 14 tahun silam. desa ini begitu adem ayem, tentram, dan rukun. Banyak belajar ilmu kehidupan disana yang tidak diajarkan oleh guru dan dosen di tahun kebelakang. Rasa-rasanya ingin berlama-lama di kaki gunung kelud itu. Begitu bersahabat dengan alam, local people yang rama dan yang pasti yang natural-natural ada disana semua. Macet, polusi kendaraan, polusi suara kendaraan tak ada disana, hanya sapaan ngauman sapi dan kerbau, nyanyian angin dan air kemericik, hijauan alam yang sulit dijumpai dikota rantau. Di kaki gunung kelud yang diam yang menenangkan setenang-tenangnya. 

Local people yang bersahabat membuat kami betah. Rambutan, durian, kacang, jagung, sayur mayur, kelengkeng kami merasakan dengan tanpa harga. Padahal yang kami berikan hanya tenaga, untuk membantu beliau-beliau terdampak letusan Gn. Kelud. Bagi mereka  Rambutan, durian, kacang, jagung, sayur mayur, kelengkeng tidak artinya, tapi bagi kami ini adalah sebuah penghargaan yang setinggi-tingginya. Tak ayal kami para sang relawan bersemangat tanpa tanda lelah. Kalau boleh diingat, sehari team kami bisa menyelesaikan 4-6 rumah. Bayangkan kekompakan kami wahai pembaca. Tapi kami tak gentar dan tak lelah, ya itulah solidaritas sesama. Adakalahnya pas kita susah, pasti ada yang membantu kita, walaupun kita tidak tahu kapan momen itu terjadi. Yang pasti mudah-mudahan jangan seperti itu, kalau bisa kitalah yang membantu. Karena tangan diatas jauh lebih mulia daripada tangan dibawah.
Team relawan kala itu, ritual yang tak akan dilupakan setelah selesai memperbaiki rumah warga
 Tak hanya itu, disisi lain setelah melalui seharian berkutat dengan rumah warga yang diperbaiki. Sorenya berbagi keluh kesah dengan para anak-anak terdampak letusan. Kami menularkan ilmu kami di tanah rantau maupun di bangku sekolah. Kami harus berusaha, memberikan kecerian kepada anak-anak kaki Gn. Kelud, sehingga tak ada lagi yang namanya rasa trauma yang menderah di diri masing-masing anak kaki Gn. Kelud. Kami bernyayi, bercanda, bermain bersama di rumah pinjaman dari salah satu warga terdampak. Kami diberikan 3 rumah yang secara gratis diberikan kekami untuk sementara waktu. Begitu baiknya local people, itu mencerminkan negara kita tercinta. 

Inilah anak-anak hebat itu
Tak terasa jemputan kendaraan besi panjang pun datang, terasa aneh kala datangnya barang ciptaan manusia itu datang. Suaranya yang tak bersahabat yang merusak kesunyian alam ini. haru tangis menyertai para anak-anak hebat itu, tak ku sangka, padahal hanya beberapa hari saja, mereka begitu mencintai kami ini. Yang hanya pemuda lugu yang kuat di tanah rantau, dan rapuh ditanah kelud. Begitu banyak kisah asyik, klasik yang kami dapatkan. Tak hanya itu, pelajaran hidup yang begitu wow bagi saya pribadi. Terima Kasih Kepung, Terima Kasih Kediri dan Terima Kasih atas letusanya Gunung Kelud, karena mu banyak hikmah yang saya dapatkan ditanahmu. Musibah adalah hikmah manis didalamnya.


Terima Kasih
Kisah Klasik Yang Nyata di Bumi Kelud, Dibalik Musibah ada ke Asyikan yang ku dapatkan. Thanks a lot.

MH. Chifdzuddin
27 Mei 2015 Pukul 23.09 WIB
At STAI YPBWI SURABAYA - Jl. Rewwin No. 156, Wedoro, Waru, Sidoarjo

0 komentar to “ Kisah Klasik Yang Nyata di Bumi Kelud, Dibalik Musibah ada ke Asyikan yang ku dapatkan ”

Posting Komentar

You might also like

 

Kubangan Kehidupan Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger Templates

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...